Selasa, 14 September 2010

Lebaran 2010 Hari Ketiga

Tanggal 12 September 2010

Hari ini kami berencana pergi ke kawasan wisata alam Loksado yang terletak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Keluargaku pergi bersama dengan nini, keluarga Om Yuli dan keluarga Julak Eka F. Sebenarnya rencana berangkat jam 09.00, tetapi akhirnya kami berangkat sekitar jam 11.00. Perjalanan cukup jauh sekitar 4 jam, tetapi semua itu tak terasa karena pemandangan dan liku-liku perjalanan yang kami tempuh cukup membuatku terpesona. Pemandangan alam yang sejuk dan dipenuhi pohon-pohon hijau serta jalan yang naik-turun berbelok-belok membuat lama perjalanan menjadi tak berarti.

Sekitar jam 16.00 kami sampai di tempat penginapan di daerah Tanuhi. Penginapannya terletak di puncak pegunungan dengan pemandangan bukit hijau serta pemandian air panas alami. Tetapi sayang cuaca kurang bersahabat dimana hujan turun dengan lebat bahkan sejak sekitar jam 17.30 listrik dipenginapan mati. Wow...terpaksa kami menginap dalam suasana gelap, untung papa membawa lilin serta senter jadi cukuplah penenrangan di kamar kami. Suasana kembali diperburuk dengan matinya air di seluruh penginapan karena tidak ada listrik. Papa sempat bertanya kepada petugas, katanya ada pohon tumbang dan memutuskan kawat listrik.

Pagi hari, aku berserta saudara-saudaraku tak sabar untuk segera merasakan pemandian air panas alami di depan penginapan. Ternyata airnya cukup panas sehingga aku tak bisa berlama-lama berendam disana. Setelah semua berkemas maka perjalanan kami lanjutkan menuju Loksado. Kembali lagi mobil berjalan melalui jalan yang berlika-liku serta naik dan turun. Sekitar jam 10.00, kami tiba di Loksado suatu tempat rekreasi alam yang menawarkan perjalanan menyusuri sungai berarus dengan rakit bambu.




Walaupun perjalanan kemarin tidak seluruhnya memenuhi harapanku, tetapi jika kita hilangkan semua faktor yang tidak menyenagkan tersebut maka Loksado merupakan wisata alam yang masih cukup dapat dinikmati. Semoga Pemda dan masyarakat setempat serta para pelancong dapat mempertahankan serta melestarikan keindahan Loksado. Perencanaan pembangunan serta sarana penunjang yang baik serta promosi yang didukung oleh masyarakat setempat maka aku yakin wisata alam ini masih dapat dinikmati oleh banyak generasi berikutnya. S E M O G A ............

Lebaran 2010 Hari Pertama

Tanggal 10 September 2010

Bangun tidur pagi-pagi, jam 6.00, persiapan buat sholat Ied. Tapi ternyata di meja makan nggak tersedia sarapan....wah kenapa ya?? Ternyata kata mama gas masak habis jadi nggak bisa masak buat sarapan. Untung papaku tadi malam sempat merebus sekitar 20 butir telur puyuh, yah terpaksa kami sekeluarga sarapan telur puyuh rebus.

Terus kami pergi ke masjid Al-Fallah dekat rumah kami untuk melaksanakan sholat Ied. Tepat jam 7.30 sholat Ied dilaksanakan. Pada saat mendengarkan ceramah tiba-tiba gerimis turun. Pada awalnya tidak terlalu deras, tetapi lama-kelamaan menjadi cukup deras sehingga akhirnya papa memutuskan untuk pulang sebelum ceramah berakhir, walaupun begitu ceramah yang kami dengar sudah cukup panjang.

Di rumah kami saling mengucapkan sungkem, suatu tradisi yang kami adakan setiap selesai melaksanakan sholat Ied. Acara diawali oleh mama yang sungkem kepada papa dan diikuti oleh kami anak-anaknya, pertama Mas Azka lalu aku dan terakhir adikku Kirana.




Setelah selesai kami pergi ke rumah niniku (nenek) di daeah Teluk Tiram Banjarmasin. Silaturahmi dan juga kata mama, "sekalian sarapan". Ternyata disana juga datang saudara-saudara, jadi ramai sekali suasana di rumah nini. Oh ya...aku seneng lho... soalnya dapat zakat dari nini, om dan tante. Lumayan buat ditabung.


Minggu, 05 September 2010

Yogyakarta 2


YOGYAKARTA (often spelled as Jogja, Jogjakarta, or Yogya) is the premier tour destination of Java island, Indonesia. A thousand years ago, Yogyakarta was the center of the Ancient Mataram Kingdom which was prosperous and had high civilization. The kingdom built Borobudur Temple which was the biggest Buddhist temple in the world, 300 years before Angkor Wat in Cambodia. The other archaeological heritages are Prambanan Temple, Ratu Boko Palace, and tens of temples spread out in Yogyakarta


For an unknown reason, the Ancient Mataram Kingdom moved its capital to East Java in 10th century. The glorious temples were abandoned and some were buried by the eruptions of Mount Merapi. Slowly, the area of Yogyakarta became a dense forest again.

Six hundred years later, Panembahan Senopati established the Islamic Mataram Kingdom in this area. Once again Yogyakarta became a witness of the rise of a powerful kingdom that ruled Java Island and the surrounding area. The Islamic Mataram Kingdom had left ruins of the fort and the kingdom cemetery in Kotagede that is now known as the center of silver handicraft in Yogyakarta.

Giyanti Agreement in 1755 divided the Islamic Mataram Kingdom into Kasunan Surakarta that is centered in Solo and Kesultanan Yogyakarta (Sultanate of Yogyakarta) that built its palace in Jogja City. Kraton (the palace) still stand up to now and function as the home of the sultan and family, completed by hundreds of royal servants who are willing to follow the traditions in the middle of the changing era. In Kraton (the palace), there is a cultural performance every day; such as shadow puppet, gamelan (traditional musical instruments), Javanese classical dance, etc.

Yogyakarta at the present time is a place where traditions and modern dynamics can walk side by side. In Yogyakarta, there is a Kraton (palace) with hundreds of royal servants who hold the traditions faithfully, but there is also Gadjah Mada University which is one of the reputable universities in Southeast Asia. Most of the citizens of Yogyakarta live in a strong agricultural tradition, but there are also many college students that live in a modern lifestyle. There is a traditional market in Yogyakarta which stand side by side with modern mall.

At the north end of Yogyakarta, you will see the Mount Merapi stands as high as 9738 feet above sea level. This mountain is one of the most active volcano in Indonesia. The impressions of it's eruption in 2006 can be witnessed in the village of Kaliadem, 30 km from the city of Jogja. The Mooi Indie scenery of green paddy field and Mount Merapi as the background can still be seen on the outskirts of the Jogja City.

In the southern part of Yogyakarta, you will find many beaches. The most famous beach is Parangtritis with the legend of Nyi Roro Kidul (Queen of the South), but Yogyakarta also has beautiful natural beaches in Gunung Kidul. You can see Sadeng Beach which was the ancient mouth of the Bengawan Solo River before a powerful tectonic force lifted the surface of the southern part of Java so that the flow of the river turned to the north like today. You can also visit Siung Beach which has 250 points of rock climbing, Sundak Beach, etc.

Malaysia has the tallest twin towers in the world, Yogyakarta has the towering 47m high Prambanan Temple that was built 1100 years before. Singapore has a modern living, Yogyakarta has traditional agricultural citizens. Thailand and Bali have beautiful beaches, Yogyakarta has natural beaches and Mount Merapi that will tell us how powerful the nature is.

Yogyakarta 1

Ini Pengalamanku waktu bersama keluarga jalan-jalan ke Candi Borobudur. Waktu itu aku nginap di Yogyakarta, rumah eyangku. Pokoke seneng banget.